Belanda, Sebuah Negeri Bertanah Rendah

5 Apr

Negeri Kincir Angin dan Negeri Bunga Tulip

Fakta bahwa posisi tanah di Belanda berada di bawah permukaan laut mungkin sudah banyak diketahui orang. Namun mungkin hanya sedikit yang tahu kalau keadaan tersebut sudah terpampang jelas dalam nama negara Belanda sendiri. Kata Netherlands dalam bahasa Inggris, atau Nederland dalam bahasa Belanda, memiliki arti “negeri tanah rendah”1. Faktanya memang sekitar seperempat daratan Belanda berada di bawah permukaan laut, sementara hampir separuhnya hanya berada 1 meter di atas permukaan laut. Bahkan titik tertingginya pun hanya 1,053 kaki atau sekitar 321 mdpl2. Sangat berbeda dari Indonesia dengan puncak-puncak gunungnya, ya?

Posisi tanah yang rendah ini bisa dikatakan berbahaya. Sama dengan masalah yang dihadapi Jakarta, tingkat hujan yang tinggi dapat menyebabkan daerah yang rendah kebanjiran. Hal ini disebabkan oleh air yang tidak bisa mengalir ke lautan yang posisinya lebih tinggi. Belanda berulangkali mendapat pukulan telak akibat banjir ini. Tak hanya kerusakan bangunan saja, tapi banjir di sana bahkan dapat menelan ribuan korban jiwa. Sebut saja banjir St. Elizabeth pada tahun 1421 yang menyebabkan lebih dari 10.000 orang di wilayah Zuiderzee (atau yang sekarang disebut Ijsselmeer) tewas3. Di tahun 1953 banjir North Sea juga terjadi di wilayah barat daya Belanda yang menyebabkan kematian 1.853 penduduk dalam satu malam4.

Bagi negara dengan luas 41.865 km2 atau hanya sekitar 5 kali wilayah Jakarta tersebut, masalah tanah seperti ini harus dipecahkan. Apalagi dengan keadaan pemanasan global yang semakin parah, tinggi permukaan laut pun turut bertambah tiap tahun. Singkat kata, Belanda terancam tenggelam jika lahan mereka didiamkan saja. Selama lebih dari satu abad, masyarakat Belanda telah giat melakukan perluasan wilayah dengan reklamasi pantai terutama di wilayah Zuiderzee. Wilayah reklamasi ini kemudian disebut polder5. Tanggul-tanggul dibangun di sepanjang dangkalan pantai. Kemudian airnya dipompa kembali ke laut menggunakan kincir angin.

H.A.Visser dalam Zwaaiende Wieken (1946) mengungkapkan,

“We can imagine neither the cities nor landscapes of our beloved country without remembering the charm stemming from the appeal of the ancient buildings, towers, the ringing of the chimes but especially the windmills. The silhouette of the old windmills that are beautifully and solidly constructed form an indispensable element wherever they are and whatever shape they take. They are always so peculiarly yet profoundly linked to our country that we cannot imagine it deprived of windmills“6

Begitulah kecintaan Belanda dengan kincir anginnya. Siapa sangka jika kincir angin adalah salah satu inovasi terbesar yang membuat Belanda mampu mempertahankan tanahnya. Selama ini kita hanya tahu kincir angin tradisional di Belanda digunakan sebagai penggilingan gandum, penggergajian kayu, atau pembuatan kertas. Padahal kincir angin memiliki peran yang jauh lebih besar dari itu.

Kincir atau molen dalam bahasa Belanda digunakan untuk mengeringkan wilayah berair seperti danau dengan memompa air secara bertahap. Satu kincir angin punya kemampuan memindahkan air dengan kedalaman 4-5 kaki. Gambar di bawah ini menerangkan bagaimana cara kerja kelompok kincir angin dari lower mill ke upper mill yang disebut molengang atau gang of mills. Ring canal atau kanal cincin adalah lingkar paling luar dari danau yang ‘dikuras’. Kanal cincin ini akan menyimpan sementara air yang sudah dikuras untuk kemudian dialirkan ke laut7.

Bagaimana kincir angin bekerja secara bertahap

Gambar 2. Bagan kerja kincir angin

Menurut konstruksinya, jenis kincir pun bermacam-macam. Ada paltrokmolen, bergmolen, stellingmolen, hingga tjasker di Friesland, serta water screw yang menggunakan prinsip Archimedes8. Semua digunakan untuk pengaliran air. Langkah ini telah dimulai sejak sekitar abad ke-15. Meski zaman dahulu terdapat ribuan kincir angin, saat ini hanya tinggal beberapa saja yang masih beroperasi dan dijadikan saksi sejarah. Fungsi pengairan kincir pun sekarang sudah diganti dengan pompa mesin.

Tak hanya berhenti di situ, masyarakat Belanda masih terus berinovasi untuk menanggulangi berbagai kemungkinan bahaya karena keadaan kontur tanahnya. Bagaimanapun juga, beberapa bencana besar akibat banjir di Belanda bisa terjadi karena adanya salah penanganan dan kurangnya antisipasi bencana pada waktu itu. Para peneliti kemudian mengajukan konsep Room for the River, yakni program untuk mengatasi problem banjir yang menghabiskan waktu 10 tahun dengan biaya 3 milliar dolar. Terdiri dari sekitar 40 proyek infrastruktur yang saling terhubung, Room for the River dirancang untuk mengurangi masalah akibat perubahan iklim sepanjang sungai dan jalan air di seluruh Belanda. Konsepnya, polder yang biasanya digunakan untuk lahan bertani, kemudian dialihkan sebagai tempat penampungan air (reservoir) untuk mengontrol banjir. Proyek ini pun dinilai berhasil hingga diadaptasi oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat9.

Kemampuan Belanda dalam mengelola tanah ternyata tidak sebatas menyikapi persoalan yang muncul akibat daratan yang lebih rendah dari laut. Hasil bumi yang diproduksi oleh Belanda pun tak kalah hebat. Belanda merupakan negara pengekspor hasil tani terbesar kedua di dunia. Menurut Menteri Agrikultur Belanda Sharon Djiksma, di tahun 2014 yang lalu angka ekspor hasil tani oleh Belanda mencapai angka 80 miliar euro. Angka ini bahkan memecahkan rekor mereka sendiri di tahun 2013 yakni sebesar 79 miliar euro10.

Sebagai gambaran saja, Belanda merupakan pengekspor terbesar di dunia untuk sayuran jenis tomat, wortel, dan paprika. Tak hanya itu, Belanda juga memiliki angka ekspor terbesar untuk tanaman, baik itu pohon, tanaman hias, maupun tanaman bunga yang berumbi (misalnya tulip), hingga mencapai nilai 8.1 miliar euro di tahun 2014 lalu11. Padahal, bunga tulip sebenarnya  berasal dari Kerajaan Ottoman Turki yang dibawa masuk ke Belanda dan menjadi sangat terkenal di abad ke-17, sampai menyebabkan fenomena Tulip Mania12. Hingga saat ini, Belanda pun masih menjadi produsen dan pengekspor tulip terbesar di dunia.

Sebenarnya masih ada begitu banyak kisah yang dapat diceritakan ketika bicara soal bagaimana Belanda mengolah tanahnya. Meski hanya dari elemen tanah saja, Belanda sudah bisa mendapatkan dua ‘gelar’ yang tersemat pada namanya: negara kincir angin dan negara bunga tulip. Peribahasa kita memang benar adanya, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Saat ini, masyarakat Belanda sudah bisa menikmati hasil kerja keras mereka selama bertahun-tahun. Walau begitu mereka masih tetap berusaha keras menjaga dan meningkatkan apa yang telah dicapai. Ingatlah, keluarnya peluh yang disertai ilmu pengetahuan juga kesabaran pasti akan membuahkan hasil yang tidak mengecewakan!

—————————————-

1 Prof Dr Fuad Hassan (Ed.), Ensiklopedi Umum untuk Pelajar, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2008: 46

2 Diakses dari Eupedia http://www.eupedia.com/netherlands/trivia.shtml diakses pada 5 April 2015

3 Diakses dari Encyclopaedia Britannica http://www.britannica.com/EBchecked/topic/1485002/Zuiderzee-floods diakses pada 5 April 2015

4 Michael Kimmelman, Going With the Flow, The New York Times, 13 Februari 2013 diakses dari http://www.nytimes.com/2013/02/17/arts/design/flood-control-in-the-netherlands-now-allows-sea-water-in.html?_r=0 diakses pada 5 April 2015

5 Hassan Op.Cit 46

6 Frederick Stokhuyzen, The Dutch Windmill, Holland: CAJ van Dishoek-Bussum-Holland, 1962, diakses dari http://www.let.rug.nl/polders/boekje/ diakses pada 5 April 2015

7 Ibid.

8 Ibid.

9 Kimmelman, Loc.Cit

10 Situs Government of Netherlands, “Dutch agricultural exports top 80 billion Euros“ diakses dari http://www.government.nl/news/2015/01/16/dutch-agricultural-exports-top-80-billion-euros.html diakses pada 5 April 2015

11 Ibid.

12 Eupedia Op.Cit

Keterangan:

Gambar 1. Diambil dari http://papermine.com/pub/140250/#page/8 diakses pada 5 April 2015

Gambar 2.  Diambil dari http://www.let.rug.nl/polders/boekje/types.htm diakses pada 5 April 2015

One Response to “Belanda, Sebuah Negeri Bertanah Rendah”

  1. Nisa 24 June 2015 at 12:16 #

    dulu sempet mikir, masa iya kincir angin bisa membuat Belanda tetep bertahan di atas datarannya ya kritis itu. Ternyata cara kerjanya keren ya. Nggak nyangka

    Like

Ada komentar?