Pak Zulhiswan, the Greatest Teacher

18 Feb

Tiap hari Senin pagi, memang selalu ada jadwal yang dibuat sekolah. Kebetulan tanggal 31 Januari kemarin, acaranya adalah bertemu dengan Gura (Guru Asuh). Nah, untuk tahun ketiga-ku ini, aku dipindah dari guranya Pak Away, ke guranya Pak Zulhiswan. Dan pagi itu, aku benar-benar mendapatkan pelajaran yang sangat berharga.

Pak Zulhiswan adalah guru matematika yang saaangat baik. Beliau orangnya sabar. Pernah kelasku diajari Pak Zul bab Polinom. Kalau ada yang belum mengerti, Pak Zul bakal menerangkan berulang kali hingga kita semua paham. Bahkan, beliau mengajari kita rumus singkat yang beliau temukan sendiri! Namun, beberapa bulan yang lalu, Pak Zul tertimpa musibah. Beliau terkena tumor otak. Sayang sekali operasinya tidak berjalan lancar. Bukannya hilang, tapi malah semakin melebar. Dan itu menyebabkan Pak Zul lupa akan segalanya. Segala ilmunya. Semua nama-nama orang. Bahkan alfabet dan huruf hijaiyah sekalipun.

Pertemuan pagi itu, Pak Zul bercerita pada kami tentang penyakitnya. Kata beliau, sejak gagalnya operasi itu, Pak Zul benar-benar terpukul. Saran untuk melakukan operasi kedua pun ditolak. Dari bulan Juli hingga November, beliau menjalani bedrest. Kaki kanannya sudah lumpuh, karena otak kirinya yang kena tumor. Banyak orang yang datang menjenguk ke rumah. “Yah, saya sudah pasrah kalau akan dipanggil,” ungkap Pak Zul pagi itu. (Pak Zul terdengar sangat ikhlas. Aku benar-benar terharu.)

Namun, dini hari tanggal 21 November 2010 [menurut keterangan Pak Zul] kaki kanan beliau tiba-tiba bergetar hebat. Pak Zul sudah pasrah jika memang pagi itu adalah saat baginya untuk pergi. Tapi, itu tidak terjadi. Justru kaki kanannya kembali terasa. “Saya masih belum percaya. Saya menempel ke dinding dan mencoba untuk berdiri. Dan ternyata saya bisa berjalan beberapa langkah. Saya langsung sujud syukur saat itu.”

Pak Zul tidak bisa tidur hingga jam 2 malam. Paginya, beliau tidak langsung memberitahu isterinya (saya sungguh salut pada isteri Pak Zul yang begitu setia menemani suaminya…). Begitu selesai mandi dan berpakaian dengan dipapah sang isteri. Pak Zul lalu menunjukkan pada isterinya keajaiban pagi itu.

Subhanallah.. pastilah yaa, seneng banget beliau. Beliau juga langsung sujud syukur.

Nah, mulai waktu itu penyakit Pak Zul seperti hilang sama sekali. Seperti keajaiban. Tapi sayangnya segala pengetahuan yang selama ini telah beliau pelajari, terutama yang berhubungan dengan logika matematika, simbol-simbol (termasuk alfabet dan huruf hijaiyah), dan segala kepandaian yang terintegrasi dalam otak kiri ikut L E N Y A P… Pak Zul berkata bahwa beliau masih belum berani untuk masuk kelas 3–biasanya beliau yang meng-handle MTK kelas 3. Beliau takut malah mengacaukan pelajaran kita. Jadi, setelah pulih dari sakitnya, beliau tiap hari ke sekolah untuk mengulang lagi materi-materi MTK yang dulu beliau kuasai.. “Iya, jadi sekarang saya sama dengan kalian. Belajar lagi mulai dari dasar-dasarnya…”

Aku benar-benar tak kuat menahan air mata. Pak Zul berkata pada kami kalau sekarang beliau harus mengulang segalanya dari awal. Belajar membaca koran. Mengeja. Bahkan membaca al-Qur’an. Hafalan shalat pun yang masih teringat hanya al-Fatihah… Waktu itu, sering sekali berhenti lalu berdecak. Beliau lupa kata-kata apa yang ingin beliau ucap. Yang membuat hati miris adalah kesabaran dan ketabahan beliau ketika bercerita. Sepertinya musibah ini biasa-biasa saja bagi beliau. Beliau tetap tersenyum. Beliau tetap berpesan pada kami dengan kata-kata mutiaranya. Tidak berubah.

Rupanya waktu berjalan begitu cepat. 25 menit telah berlalu. Bel sekolah juga sudah berbunyi. Beliau pun menutup perjumpaan kami dengan harapannya agar UN untuk tahun ini ada yang mendapat nilai 10 di MTK. Sudah tradisi. Tentu saja beliau ingin lebih banyak yang mendapat nilai sempurna dari angkatan kami. Amiin…

Dan sejak pertemuan itu, aku jadi sadar. Allah memiliki kuasa yang sangat besar. Dalam sekejap bisa mencabut ilmu yang sudah dipupuk puluhan tahun. Tapi Allah juga punya kasih sayang. Allah juga mampu mencabut segala penyakit yang ditimpakan pada seseorang dalam sekejap. Aku tak ingin kalah dengan Pak Zul. Aku tidak boleh gampang menyerah. Pak Zul masih tetap tersenyum, padahal kita semua tahu bahwa musibah itu begitu berat. Maka aku pun tak boleh mudah mengeluh. Setuju kaan..?

4 Responses to “Pak Zulhiswan, the Greatest Teacher”

  1. deliana situmorang 31 January 2012 at 09:28 #

    Ass.apakah formulir pendaftaran sudah dapat diambil? mohon jawaban

    Like

  2. Elvin 9 April 2011 at 11:10 #

    Wah benar ternyata…ada foto saya!!!
    hahahaha
    Salam kenal, saya IC angkatan 7 (2004). Salah satu peserta foto yang pertama…
    Big love for Pak Zul (wali kelas saya pas kelas 3 ini)

    Like

  3. Olivia 1 April 2011 at 21:10 #

    saya juga!!!

    Like

  4. sidik amin 19 February 2011 at 14:15 #

    pak zul,,,
    doakan saya agar saya bisa belajar dengan bapak,,, sya pengen bageut skolah yg berbeasiswa…

    Like

Ada komentar?